Seringkali kali dalam suatu pembelajaran banyak siswa yang tidak berminat terhadap suatu pelajaran tertentu, baik karena sikap gurunya ataupun materi yang disampaikan kurang menarik dan berkenan di hati para siswa.
Ketidaktertarikan siswa ini bisa ditampilkan dalam bentuk pembangkangan, ribut ataupun mungkin dengan cara yang lebih sopan, misalnya dengan bertanya kepada guru tentang “apa manfaatnya bagiku” belajar materi ini. Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Sepintas, pertanyaan “apa manfaatnya bagiku” ini agak sepele dan tidak perlu pembahasan lebih lanjut. Akan tetapi bagi siswa, hal ini penting untuk diketahui karena menyangkut keaktifan dalam merespon materi pembelajaran, dan rasa aman di dalam mengahadapi masa depan mereka. Sebagaima dikatakan Arden N. Fardesen bahwa hal yang mendorong seorang siswa untuk belajar adalah:
1. Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amat luas.
2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman.
4. Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koprasi maupun dengan kompetisi.
5. Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar. (Suryabrata, 1998: 253)
Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya. Hal ini senada dengan pendapat Moh. Surya (1997) tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai :
1.
Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
Seringkali, kita sebagai guru mengarahkan permasalahan ini kepada siswa sebagai penyebabnya, baik karena siswa yang malas, tidak punya buku paket atau alasan lain. Seorang guru harus senantiasa mau beintrospeksi pada diri sendiri. Betapa banyak guru sering menempatkan dirinya sebagai “dewa kebenaran” yang seolah-olah serba tahu semua keinginan muridnya. Padahal sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Guru seringkali terjebak dalam pemecahan masalah “apa manfaatnya bagiku” dengan menggunakan metode-metode yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Dari beberapa metode dan pendekatan yang digunakan, ada satu hal yang kiranya bisa dijadikan ‘alternative’ untuk memecahkan masalah tersebut terlepas dari cara yang telah dilakukan oleh guru seperti memperjelas tujuan yang ingin dicapai, membangkitkan minat siswa, menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, memberi pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa, memberikan penilaian, memberi komentar terhadap hasil pekerjaan siswa, dan menciptakan persaingan dan kerja sama yang sehat. Alternatif ini sangat murah dan mudah dilakukan, tanpa perlu mempelajari teori yang rumit yaitu berdoa.
Lalu apa hubungannya antara doa dengan kebermaknaan dalam pembelajaran? Cobalah ingat-ingat kembali oleh kita, berapa kali kita mendoakan siswa-siswa kita dalam belajar atau minimal mendoakan mereka diawal atau diakhir pembelajaran? Walaupun semua guru berbuat demikian, betapa jarang kita mendoakan mereka diawal atau diakhir pembelajaran.
Mungkin kita hanya menutup dan membuka pembelajaran dengan ucapan “selamat pagi anak-anak”, “selamat siang”, “selamat sore” serta ucapan-ucapan lainnya, atau bisa juga langsung ngeloyor meninggalkan anak-anak tanpa sepatah kata pun. Ucapan-ucapan ini bukannya tidak bagus, akan tetapi masih terlalu umum.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
Cobalah tambahkan doa dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran kita dengan doa seperti ini “semoga pembelajaran hari ini bisa bermanfaat buat masa depan kalian”, “mudah-mudahan Allah SWT memberikan keberkahan terhadap ilmu yang baru saja kalian pelajari” atau mungkin dengan doa-doa lain yang lebih khusus. Ternyata hal ini sejalan dengan firman Allah “Berdoalah kamu kepadaKu niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu” (QS: Al-Mukmin:60).
Jadi, kalau selama ini anak-anak kita membangkang, ribut dan tidak menyenangi materi yang kita sampaikan, atau ilmu yang disampaikan oleh kita dirasakan tidak bermanfaat oleh anak didik kita, boleh jadi karena kita kurang mendoakan mereka atas ilmu yang telah dipelajarinya. Dengan dilantunkannya doa oleh guru buat murid, maka akan terjalin pola pembelajaran dalam suasana takaful yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan; semangat saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran di dalam mencapai tujuan belajar. Dengan melafadzkan do'a pada awal dan akhir pembelajaran akan tercipta check-and-balance dan menjadikan do'a sebagai parameter kesuksesan pembelajaran kita.
Rosulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendoakan keburukan kepada diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada pelayan-pelayan kalian, dan janganlah mendoakan keburukan kepada harta kalian. Janganlah kalian mendoakan keburukan sebab jika waktu doa kalian bertepatan dengan saat-saat dikabulkannya doa, maka Allah akan mengabulkan doa kalian (yang buruk itu).” (HR. Abu Dawud). Semoga kita termasuk guru-guru yang senantiasa memanfaatkan akal dan mendoakan para siswanya untuk kemajuan pembelajaran. Amiin. (Diposting dari Iwan Gunawan, S.Pd
(Guru SD Salman Al Farisi Bandung)
25 Februari, 2011
06 Mei, 2010
Daftar Buku- buku Strategi Pendidikan

Sinopsis Buku
Dalam buku ini penulis memberikan petunjuk praktis untuk menjadi guru profesional. Kepraktisannya menonjol terutama karena menyertakan pedoman, contoh-contoh, dan ciri-ciri profesionalisme keguruan. Anda dapat menggunakannya untuk menilai keprofesionalan diri sendiri dan untuk saling mengamati di antara sesama rekan guru atau calon guru.
Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Oemar Hamalik), Rp49.000
Evaluasi Kurikulum (Hamid Hasan S.), Rp48.000
Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur (Zainal Arifin), Rp55.000
Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Syaiful Bahri Djamarah), Rp52.500 Rp47.250
Guru Indonesia dan Perubahan Kurikulum (Bedjo Sudjanto), Rp35.000
Guru Profesional (Edisi Revisi) (Kunandar), Rp67.000 Rp60.300
Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Buchari Alma), Rp30.000
Guru Profesional: Penyiapan dan Pembimbingan Praktisi Pemikir (Case, Reagon), Rp51.000 Rp45.900
Guru Yang Baik Di Setiap Kelas: Menyiapkan Guru Berkualitas Tinggi Yang Layak Mengajar Anak-Anak Kita (National Academy of Education), Rp45.000 Rp40.500
Ilmu Kebumian Dan Antariksa (Bayong Tjasyono), Rp38.500
Karya Agung Sang Guru Sejati (Hasan Aedy), Rp29.000
Keberanian Mengajar: Menjelajahi Ruang Nurani Kehidupan Guru (Parker J. Palmer), Rp68.000 Rp61.200
Kemampuan Dasar Mengajar (Hamid Darmadi), Rp40.000
Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Syaiful Sagala), Rp42.000
Kiat Nyaman Mengajar Di Dalam Kelas (Jilid 1) (Edisi 2) (Ronald Partin), Rp78.000 Rp70.200
Kiat Nyaman Mengajar Di Dalam Kelas (Jilid 2) (Edisi 2) (Ronald Partin), Rp55.000 Rp49.500
Kimia Pemisahan (Sumar Hendayana), Rp29.500
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (H.E. Mulyasa), Rp55.000
Kurikulum Yang Disempurnakan (H.E. Mulyasa), Rp49.000
Langkah Pertama Membuat Siswa Berkonsentrasi (Roy Anderson), Rp45.000 Rp40.500
Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik (Dien Sumiyatiningsih), Rp23.000
Mengajar Dengan Senang: Menciptakan Perbedaan Dalam Pembelajaran Siswa (Gene E. Hall, Linda F. Quinn, Donna M. Gollnick), Rp120.000 Rp108.000
Menjadi Guru Profesional (H.E. Mulyasa), Rp38.500
Menjadi Seorang Guru (Edisi 7) (Forrest W. Parkay, Beverly Hardcastle Stanford), Rp189.000 Rp170.100
Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (H. Abdul A. W.), Rp28.000
Metode Mengajar dalam Bidang Kesehatan (Nurul Ramadhani Makarao), Rp28.000
Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar (Heruman), Rp36.000
Model Tukar Belajar (Learning Exchange) (Enceng Mulyana), Rp39.000
Pak Guru: Kisah Kehidupan (Frank McCourt), Rp55.000 Rp49.500
Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan (Edisi Revisi) (Dwi Winarno), Rp43.000 Rp38.700
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila (AW. Widjaja), Rp34.000 Rp30.600
Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Oemar Hamalik), Rp33.000 Rp29.700
Pendidikan IPS (Sapria), Rp43.000
Penelitian Tindakan Sekolah: Meningkatkan Produktivitas Sekolah (H.E. Mulyasa), Rp45.000
Pengajaran Yang Imajinatif (Kieran Egan), Rp70.000 Rp63.000
Pengajaran Yang Kreatif dan Menarik (Lou Anne Johnson), Rp98.000 Rp88.200
Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (SD) (Ibrahim Bafadal), Rp24.000 Rp21.600
Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru (Abdul Majid), Rp47.000
Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia (Hamzah B. Uno), Rp28.000 Rp25.200
Psikologi Perkembangan (Desmita El-Idhami), Rp46.000
Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Desmita El-Idhami), Rp56.000
Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik (Mohammad Ali, Mohammad Asrori), Rp40.000 Rp36.000
Resep Pengajaran Hebat: 11 Bahan Utama (Anita M. Turner), Rp32.000 Rp28.800
Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru (H.E. Mulyasa), Rp49.000
Strategi Belajar Mengajar (Syaiful Bahri Djamarah), Rp37.500 Rp33.750
Strategi Pembelajaran Bahasa (Iskandarwassid), Rp55.000
Teknik Mengajar Secara Sistematis (W. James Popham), Rp28.000 Rp25.200
Teknik-teknik Yang Berpengaruh di Ruang Kelas (Danie Beaulieu), Rp50.000 Rp45.000
Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan (Amzah B. Uno), Rp23.000 Rp20.700
Trik dan Taktik Mengajar (Paul Ginnis), Rp98.000 Rp88.200
Wahai para Guru, Ubahlah Cara Mengajarmu! (Martha Kaufeldt), Rp60.000 Rp54.000
04 Mei, 2010
Komitmen dalam Pengajaran
Komitmen, kata yang penting bagi dosen. Tanpa, komitmen maka proses belajar mengajar PBM tidak akan berjalan. Salah satu bentuk komitmen bisa merupakan strategi belajar mengajar. Dengan komitmen belajar bisa berjalan dengan baik karena ada peraturan yang diterapkan mahasiswa dan dosen.
Namun, bicara komitmen ternyata tidaklah mudah. Dosen sering kali sulit hadir tepat waktu ketika mengajar. Tapi, sang dosen sulit disalahkan. Tapi, jita mahasiswa yang terlambat sering dianggap tidak disiplin. Untuk itu, komiten dalam pengajaran sangat penting sehingga tepat waktu. Bagaiaman kita berkomitmen di kelas jumpa lagi lain waktu.!!!
Namun, bicara komitmen ternyata tidaklah mudah. Dosen sering kali sulit hadir tepat waktu ketika mengajar. Tapi, sang dosen sulit disalahkan. Tapi, jita mahasiswa yang terlambat sering dianggap tidak disiplin. Untuk itu, komiten dalam pengajaran sangat penting sehingga tepat waktu. Bagaiaman kita berkomitmen di kelas jumpa lagi lain waktu.!!!
Merancang Strategi Pendidikan yang Visioner
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak
Karena sumber daya munusia yang terdidik
Menjadi sumber keunggulan dari Negara tersebut." (Peter F Drucker)
Isu-isu dalam dunia pendidikan semakin genting, kebijakan pendidikan Indonesia tidak memiliki visi yang jelas. Kemorosotan pendidikan di Indonesia membuat gerak langkahnya tanpa arah. Pergantian beberapa kurikulum yang dipandang untuk memperbaiki keadaan pendidikan indoneisia semakin mengalami kebingungan dan proses belajar mengajar sedikit terhambat.
Pendidikan sekolah sering sekali menampakkan wajahnya yang ambigu, kontradiktif dan paradok. Diantaranya adalah kebijakan pendidikan di Indonesia yang menerapkan sistem bebas biaya sekolah bagi anak-anak miskin. Namun hal ini tidak menjamin perhatian seorang guru optimal bagi seluruh anak didiknya. Kemugkinan besar perhatian guru lebih condong pada anak-anak yang mampu dan membayar biaya sekolah. Tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan sangat terlihat sekali bagi peserta didik yang mampu dan tidak mampu membayar biaya sekolah. Sekolah yang menerapkan bebas biaya bagi anak miskin hanya terjadi pada sekolah negeri, yang mana untuk masuk kesekolah negeri harus melewati tes. Pertanyaannya siapa yang lebih punya peluang untuk masuk sekolah negeri? Apakah anak orang kaya yang memiliki gizi baik, buku-bukunya lengkap, ikut kursus tambahan, dan punya waktu cukup untuk belajar atau anak orang miskin yang gizinya pas-pasan, bukunya bekas, dan waktunya habis digunakan untuk membantu orang tuanya bekerja?
Karena sumber daya munusia yang terdidik
Menjadi sumber keunggulan dari Negara tersebut." (Peter F Drucker)
Isu-isu dalam dunia pendidikan semakin genting, kebijakan pendidikan Indonesia tidak memiliki visi yang jelas. Kemorosotan pendidikan di Indonesia membuat gerak langkahnya tanpa arah. Pergantian beberapa kurikulum yang dipandang untuk memperbaiki keadaan pendidikan indoneisia semakin mengalami kebingungan dan proses belajar mengajar sedikit terhambat.
Pendidikan sekolah sering sekali menampakkan wajahnya yang ambigu, kontradiktif dan paradok. Diantaranya adalah kebijakan pendidikan di Indonesia yang menerapkan sistem bebas biaya sekolah bagi anak-anak miskin. Namun hal ini tidak menjamin perhatian seorang guru optimal bagi seluruh anak didiknya. Kemugkinan besar perhatian guru lebih condong pada anak-anak yang mampu dan membayar biaya sekolah. Tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan sangat terlihat sekali bagi peserta didik yang mampu dan tidak mampu membayar biaya sekolah. Sekolah yang menerapkan bebas biaya bagi anak miskin hanya terjadi pada sekolah negeri, yang mana untuk masuk kesekolah negeri harus melewati tes. Pertanyaannya siapa yang lebih punya peluang untuk masuk sekolah negeri? Apakah anak orang kaya yang memiliki gizi baik, buku-bukunya lengkap, ikut kursus tambahan, dan punya waktu cukup untuk belajar atau anak orang miskin yang gizinya pas-pasan, bukunya bekas, dan waktunya habis digunakan untuk membantu orang tuanya bekerja?
Langganan:
Komentar (Atom)